Sabtu, 23 Mei 2009

MEMAKNAI KEMBALI KEBANGKITAN NASIONAL

Puluhan juta manusia yang hidup di wilayah yang nantinya bernama Indonesia telah merasakan penderitaandibawah penjajahan Belanda dalam waktu yang amat lama, ratusan tahun. Wajar kalau mereka ingin mendapat kemerdekaan untuk mengakhirinya. Pada akhir abad ke 19 mulai muncul kesadaran bahwa tanpa persatuan dari seluruh warga di Nusantara itu, tidak mungkin akan diperoleh kemerdekaan dari penjajahan Belanda itu.

Secara historis, Persatuan Indonesia tumbuh dari dalam diri rakyat yang hidup di seluruh wilayah yang kita sebut sebagai Nusantara, atas dasar kehendak sendiri. Pada akhir abad 19, sejumlah pemuda Nusantara yang belajar di Mekkah antara lain KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy’ari menyadari bahwa banyak rekan mereka di seluruh Nusantara punya kehendak yang sama, yaitu bebas dari penjajahan Belanda. Mereka berikrar di depan Multazam untuk bersama-sama memperjuangkan tujuan mulia itu, kalau mereka pulang kembali ke tempat mereka berasal.

Di Jawa, para pemuda membentuk Boedi Utomo, yang hari kelahirannya dijadikan Harkitnas. Sebelumnya, Sarikat Islam juga sudah mencetuskan gagasan kebangsaan. Di Belanda, menurut Prof Sartono, pemuda-pemuda yang tergabung didalam Perhimpunan Indonesia, antara lain Bung Hatta, sudah menggunakan nama Indonesia tidak hanya dalam konsep geografis dan antropologis saja, tetapi dalam konsep politik. Mereka juga sudah menuntut Indonesia merdeka Para pemuda dari berbagai daerah diseluruh Nusantara menghadiri Kongres Pemuda ke II tahun 1928 yang temanya adalah persatuan Indonesia. Mereka berhasil merumuskan dan mencetuskan Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928, yang dapat kita anggap sebagai hari kelahiran bangsa Indonesia.

Persatuan Indonesia itu adalah hasil perjuangan semua unsur bangsa tanpa kecuali. Tentu ada yang sumbangsihnya besar dan ada yang kecil, ada yang strategis dan ada yang tidak. Tetapi semua harus kita hargai, tidak boleh ada yang dilupakan. Kita tidak perlu lagi berdebat tentang tanggal mana yang lebih tepat dijadikan hari kebangkitan nasional, pihak mana yang paling besar perannya.

Kita melihat fakta bahwa persatuan bangsa kita sejak kebangkitan nasional pada awal abad 20 meningkat dengan kuat sampai lahirnya Sumpah Pemuda yang akhirnya bermuara pada lahirnya negara Republik Indonesia. Walaupun RI terpaksa berubah menjadi negara bagian dari RIS, dalam waktu singkat kembali menjadi negara RI pada tahun 1950. Bung Karno dan Bung Hatta serta para pemimpin bangsa lainnya berjuang tanpa jemu untuk menanamkan kesadaran berbangsa kedalam diri rakyat Indonesia. Fakta itu menunjukkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang kuat, lebih kuat daripada negara Republik Indonesia. Sampai tahun 1980-an bangsa dan negara Indonesia menjadi panutan bagi banyak bangsa di Asia dan Afrika.

Pemerintahan Orde Baru membuat negara Indonesia lebih kuat dari pada bangsa Indonesia. Maka bangsa Indonesia secara perlahan tetapi pasti, menjadi bangsa yang lemah. Negara yang semula kuat, karena wataknya yang otoritarian akhirnya mengikuti jejak banyak negara otoritarian yang telah bertumbangan akibat tidak bisa menghambat proses demokratisasi. Tahun 1998 negara Indonesia mencapai titik nadir dan belum mampu bangkit kembali. Kini bangsa dan negara Indonesia keduanya lemah.

Kini saat kita memperingati 100 tahun kebangkitan nasional, banyak pihak yang mengumandangkan suara untuk memanfaatkan momentum itu guna mencetuskan kebangkitan nasional kedua. Gagasan itu kurang tepat kalau kita tidak mampu memaknai kebangkitan nasional itu dengan tepat, secara substansial tidak hanya sekedar seremonial.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar